Selasa, 02 Juli 2013

Potret Beragama


POTRET KERUKUNAN BERAGAMA

     Ketika berkunjung ke sebuah desa kecil Bunga Bondar di Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan saya sangat tertarik melihat sebuah spanduk yang bertuliskan Damai itu Indah.
Bunyi tulisan pada spanduk tersebut sebenarnya pernah saya temukan di beberapa kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) bahkan sampai sekarang masih mudah kita temukan baik dalam bentuk baliho maupun brosur.
       Namun apabila saya cermati dari cara penyampaian pesan yang tertulis pada spanduk tersebut memiliki makna yang berbeda. Kalau di Desa Bunga Bondar Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan sejak awal warganya benar-benar dapat menikmati hidup damai, saling berdampingan dengan sesama pemeluk agama yang berbeda.
       Sedangkan di Provinsi Aceh makna damai baru dapat mereka rasakan setelah melalui konflik bersenjata berkepanjangan yang membuat warganya takut dan trauma. Desa Bunga Bondar sebagai salah satu desa yang berada di Kecamatan Sipirok, pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk lebih kurang 400 jiwa yang terdiri dari 320 orang penganut agama Islam dan 80 orang penganut agama Kristen, sedangkan penganut agama Hindu dan Budha tidak ada di desa ini.
   
 Apabila dilihat dari keadaan geografisnya Desa Bunga Bondar berada lebih kurang 10 Km sebelah Selatan Kota Kecamatan Sipirok yang dapat ditempuh lebih kurang 30 menit dengan mengendarai kenderaan roda
    Akses transportasi ke desa ini tergolong sangat baik karena peranannya sangat vital sebagai arus penghubung transportasi darat antara Kota Kecamatan Sipirok dengan Kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan seperti Kecamatan Arse, Kecamatan Saipar Dolok Hole dan Kecamatan Aek Bilah serta menjadi penghubung dengan desa-desa di sekitarnya.
     Mencermati kondisi keadaan geografis dan keadaan penduduk Desa Bunga Bondar Kecamatan Sipirok tersebut tidak jauh berbeda dengan keadaan geografis dan keadaan penduduk di desa-desa lainnya. Sumber mata pencaharian penduduk mayoritas berasal dari sektor pertanian dengan sektor unggulan adalah petani padi sawah.
    Di antara penduduk ada juga yang bekerja sebagai penderes karet, memproduksi gula aren, petani cabe, usaha kolam ikan tawar dan industri pertenunan khususnya bagi kaum wanita yang merupakan mata pencaharian tambahan.
   Dengan komposisi mata pencaharian penduduk ini dapat dikatakan, kehidupan ekonomi penduduk desa Bunga Bondar tergolong sederhana namun terjalin rasa kebersamaan dan kekompakan baik dalam berusaha maupun dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

Kerukunan hidup
    Kerukunan hidup antar umat beragama khususnya penganut agama Islam dengan penganut agama Kristen di Desa Bunga Bondar sudah lama terjalin dengan baik. Konon menurut warga, mereka berasal dari keturunan nenek moyang yang sama yaitu dari masyarakat pagan Bunga Bondar (sebelum menganut agama).
     Setelah agama Islam dan agama Kristen masuk ke desa ini, maka sesuai dengan kepercayaannya masing-masing di antara penduduk ada yang menganut agama Islam dan yang menganut agama Kristen. Justru itu rumah penduduk yang beragama Islam dengan rumah penduduk yang beragama Kristen tidak jarang bersebelahan dinding karena pertapakan rumah yang mereka tempati merupakan warisan dari leluhur yang sebelumnya merupakan satu kesatuan keluarga.
    Komunitas marga mayoritas di Desa Bunga Bondar terdiri dari marga Siregar kemudian marga Harahap, dan hanya sebagian kecil dari komunitas marga lain misalnya marga Sitompul, Pulungan dan beberapa komunitas marga lain yang jumlahnya relatif kecil. Keturunan dari marga Siregar dan Harahap ada yang beragama Islam dan ada juga yang beragama Kristen, namun demikian kekompakan di antara mereka tetap terjaga dan terpelihara.
    Wujud kekompakan akan jelas terlihat terutama pada acara pelaksanaan pesta adat baik dalam acara perkawinan, meninggalnya anggota keluarga maupun dalam acara sosial budaya. Penduduk yang berasal dari berbagai komunitas marga dan pemeluk agama yang berbeda tersebut menyatu dalam kesatuan pesta sesuai dengan kedudukannya dalam acara pesta.
    Apabila yang memiliki hajatan adalah dari keluarga yang beragama Islam, mereka tidak luput mengundang saudaranya yang beragama Kristen, sebaliknya apabila yang memiliki hajatan adalah dari warga yang beragama Kristen maka mereka juga tidak lupa mengundang saudaranya yang beragama Islam.
     Kecuali apabila pesta yang dilakukan tersebut adalah berupa pesta keagamaan atau peringatan hari besar keagamaan maka masing-masing penganut agama Islam dan Kristen biasanya tidak mengundang saudaranya yang menganut agama yang berbeda dengannya karena acara yang diselenggarakan tentu saja berhubungan dengan keyakinan dan akidah.
    Dalam hal penanganan akomodasi makanan yang dipersiapkan untuk penyelenggaraan pesta adat, baik untuk acara perkawinan maupun acara sosial kemasyarakatan, maka penanganannya diserahkan kepada penganut agama Islam walaupun yang memiliki hajatan adalah berasal dari yang beragama Kristen, mulai dari prosesi pemotongan hewan untuk acara pesta hingga cara memasak dan pembagiannya. Sikap yang demikian sudah berjalan secara turun temurun sehingga penganut agama Islam yakin tentang status halal makanan yang mereka makan.
     Pemilik hajatan biasanya tidak memiliki kesan negatif dari tata cara penanganan akomodasi makanan pada acara pesta tersebut karena kebiasaan ini sudah berlangsung secara turun temurun. Intinya bahwa, masalah urusan dapur untuk kegiatan pesta sepenuhnya diserahkan kepada terutama keluarga dekat pemilik hajatan yang beragama Islam atau warga yang beragama Islam yang sudah biasa menangani akomodasi makanan dalam kegiatan pesta.
    Fenomena kehidupan masyarakat yang demikian pernah digambarkan oleh Pemerintah Orde Baru sebagai salah satu bentuk kehidupan toleransi antar umat beragama di Indonesia yang pantas untuk dicontoh oleh daerah-daerah lainnya.
     Potret kehidupan antar pemeluk agama di desa Bunga Bondar juga dapat kita saksikan dalam kegiatan sistim tolong menolong tanpa membedakan agama atau marga dalam mengolah lahan pertaniannya.      
     Walaupun gemanya kini sudah semakin memudar namun sekali waktu masih dapat diketemukan bentuk kebersamaan di antara mereka misalnya, mengolah atau membabat lahan sawah secara bergiliran pada saat musim tanam tiba.
     Bahkan bagi penduduk yang terlambat mengerjakan lahan sawahnya sesuai dengan musim tanam yang dilakukan secara bersama-sama baik karena alasan sakit maupun karena alasan mengunjungi saudaranya di daerah lain dibantu secara bersama-sama oleh warga lain.
      Demikian juga terhadap warga yang meninggal atau sakit, warga yang lain tanpa membedakan agama akan membantu sesuai dengan kemampuan ekonominya masing-masing. Dengan kekompakan yang tertata dalam waktu yang cukup lama ini maka di desa Bunga Bondar tidak pernah muncul adanya pertentangan antar umat beragama, antar marga walaupun mereka hidup berdampingan dan bersebelahan rumah.

Penutup
     Seiring dengan maraknya konflik antar Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) di Indonesia terutama pada 5 tahun belakangan ini, sangat tepat apabila kita mencontoh kerukunan hidup antar umat beragama yang terbina di desa Bunga Bondar Kec. Sipirok Tapanuli Selatan.
       Saya sangat terkesan dengan sebuah pribahasa berbau guyon yang pernah diucapkan mantan Presiden RI Gus Dur kira-kira seperti ini, walau keluar dari dubur ayam apabila itu telur ambillah, dan jangan kamu ambil kotoran walaupun keluar dari dubur seorang Presiden. Inti dari pesan moral ini kira-kira memiliki makna yaitu, contohlah yang baik walaupun berasal dari desa kecil, dan abaikanlah yang buruk walaupun berasal dari kota metropolitan.
      Dengan potret kerukunan hidup diatas semoga menjadi motivasi untuk membangun kebersamaan antar suku, ras, agama dan golongan di negeri ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Diberdayakan oleh Blogger.
 

Potret Penduduk Indonesia ---> Potret dua sisi Kehidupan Penduduk Indonesia

Pelanggan

Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info