POTRET KERUKUNAN BERAGAMA
Ketika berkunjung ke sebuah
desa kecil Bunga Bondar di Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan saya sangat
tertarik melihat sebuah spanduk yang bertuliskan Damai itu Indah.
Bunyi tulisan pada spanduk
tersebut sebenarnya pernah saya temukan di beberapa kota di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) bahkan sampai sekarang masih mudah kita temukan baik
dalam bentuk baliho maupun brosur.
Namun apabila saya cermati
dari cara penyampaian pesan yang tertulis pada spanduk tersebut memiliki makna
yang berbeda. Kalau di Desa Bunga Bondar Kecamatan Sipirok Tapanuli Selatan
sejak awal warganya benar-benar dapat menikmati hidup damai, saling
berdampingan dengan sesama pemeluk agama yang berbeda.
Sedangkan di Provinsi Aceh
makna damai baru dapat mereka rasakan setelah melalui konflik bersenjata
berkepanjangan yang membuat warganya takut dan trauma. Desa Bunga
Bondar sebagai salah satu desa yang berada di Kecamatan Sipirok, pada tahun
2010 memiliki jumlah penduduk lebih kurang 400 jiwa yang terdiri dari 320 orang
penganut agama Islam dan 80 orang penganut agama Kristen, sedangkan penganut
agama Hindu dan Budha tidak ada di desa ini.
Akses transportasi ke desa
ini tergolong sangat baik karena peranannya sangat vital sebagai arus
penghubung transportasi darat antara Kota Kecamatan Sipirok dengan Kecamatan
lainnya di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan seperti Kecamatan Arse, Kecamatan
Saipar Dolok Hole dan Kecamatan Aek Bilah serta menjadi penghubung dengan
desa-desa di sekitarnya.
Mencermati kondisi keadaan
geografis dan keadaan penduduk Desa Bunga Bondar Kecamatan Sipirok tersebut
tidak jauh berbeda dengan keadaan geografis dan keadaan penduduk di desa-desa
lainnya. Sumber mata pencaharian penduduk mayoritas berasal dari sektor pertanian
dengan sektor unggulan adalah petani padi sawah.
Di antara penduduk ada juga
yang bekerja sebagai penderes karet, memproduksi gula aren, petani cabe, usaha
kolam ikan tawar dan industri pertenunan khususnya bagi kaum wanita yang
merupakan mata pencaharian tambahan.
Dengan komposisi mata
pencaharian penduduk ini dapat dikatakan, kehidupan ekonomi penduduk desa Bunga
Bondar tergolong sederhana namun terjalin rasa kebersamaan dan kekompakan baik
dalam berusaha maupun dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Kerukunan hidup
Kerukunan hidup antar umat
beragama khususnya penganut agama Islam dengan penganut agama Kristen di Desa
Bunga Bondar sudah lama terjalin dengan baik. Konon menurut warga, mereka
berasal dari keturunan nenek moyang yang sama yaitu dari masyarakat pagan Bunga
Bondar (sebelum menganut agama).
Setelah agama Islam dan agama
Kristen masuk ke desa ini, maka sesuai dengan kepercayaannya masing-masing di
antara penduduk ada yang menganut agama Islam dan yang menganut agama Kristen.
Justru itu rumah penduduk yang beragama Islam dengan rumah penduduk yang
beragama Kristen tidak jarang bersebelahan dinding karena pertapakan rumah yang
mereka tempati merupakan warisan dari leluhur yang sebelumnya merupakan satu
kesatuan keluarga.
Komunitas marga mayoritas di
Desa Bunga Bondar terdiri dari marga Siregar kemudian marga Harahap, dan hanya
sebagian kecil dari komunitas marga lain misalnya marga Sitompul, Pulungan dan
beberapa komunitas marga lain yang jumlahnya relatif kecil. Keturunan dari
marga Siregar dan Harahap ada yang beragama Islam dan ada juga yang beragama
Kristen, namun demikian kekompakan di antara mereka tetap terjaga dan
terpelihara.
Wujud kekompakan akan jelas
terlihat terutama pada acara pelaksanaan pesta adat baik dalam acara
perkawinan, meninggalnya anggota keluarga maupun dalam acara sosial budaya.
Penduduk yang berasal dari berbagai komunitas marga dan pemeluk agama yang
berbeda tersebut menyatu dalam kesatuan pesta sesuai dengan kedudukannya dalam
acara pesta.
Apabila yang memiliki hajatan
adalah dari keluarga yang beragama Islam, mereka tidak luput mengundang
saudaranya yang beragama Kristen, sebaliknya apabila yang memiliki hajatan
adalah dari warga yang beragama Kristen maka mereka juga tidak lupa mengundang
saudaranya yang beragama Islam.
Kecuali apabila pesta yang
dilakukan tersebut adalah berupa pesta keagamaan atau peringatan hari besar
keagamaan maka masing-masing penganut agama Islam dan Kristen biasanya tidak
mengundang saudaranya yang menganut agama yang berbeda dengannya karena acara
yang diselenggarakan tentu saja berhubungan dengan keyakinan dan akidah.
Dalam hal penanganan
akomodasi makanan yang dipersiapkan untuk penyelenggaraan pesta adat, baik
untuk acara perkawinan maupun acara sosial kemasyarakatan, maka penanganannya
diserahkan kepada penganut agama Islam walaupun yang memiliki hajatan adalah
berasal dari yang beragama Kristen, mulai dari prosesi pemotongan hewan untuk
acara pesta hingga cara memasak dan pembagiannya. Sikap yang demikian sudah
berjalan secara turun temurun sehingga penganut agama Islam yakin tentang
status halal makanan yang mereka makan.
Pemilik hajatan biasanya
tidak memiliki kesan negatif dari tata cara penanganan akomodasi makanan pada
acara pesta tersebut karena kebiasaan ini sudah berlangsung secara turun
temurun. Intinya bahwa, masalah urusan dapur untuk kegiatan pesta sepenuhnya
diserahkan kepada terutama keluarga dekat pemilik hajatan yang beragama Islam
atau warga yang beragama Islam yang sudah biasa menangani akomodasi makanan
dalam kegiatan pesta.
Fenomena kehidupan masyarakat
yang demikian pernah digambarkan oleh Pemerintah Orde Baru sebagai salah satu
bentuk kehidupan toleransi antar umat beragama di Indonesia yang pantas untuk
dicontoh oleh daerah-daerah lainnya.
Potret kehidupan antar
pemeluk agama di desa Bunga Bondar juga dapat kita saksikan dalam kegiatan
sistim tolong menolong tanpa membedakan agama atau marga dalam mengolah lahan
pertaniannya.
Walaupun gemanya kini sudah semakin memudar namun sekali waktu
masih dapat diketemukan bentuk kebersamaan di antara mereka misalnya, mengolah
atau membabat lahan sawah secara bergiliran pada saat musim tanam tiba.
Bahkan bagi penduduk yang
terlambat mengerjakan lahan sawahnya sesuai dengan musim tanam yang dilakukan
secara bersama-sama baik karena alasan sakit maupun karena alasan mengunjungi
saudaranya di daerah lain dibantu secara bersama-sama oleh warga lain.
Demikian juga terhadap warga
yang meninggal atau sakit, warga yang lain tanpa membedakan agama akan membantu
sesuai dengan kemampuan ekonominya masing-masing. Dengan kekompakan yang
tertata dalam waktu yang cukup lama ini maka di desa Bunga Bondar tidak pernah
muncul adanya pertentangan antar umat beragama, antar marga walaupun mereka
hidup berdampingan dan bersebelahan rumah.
Penutup
Seiring dengan maraknya
konflik antar Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) di Indonesia terutama
pada 5 tahun belakangan ini, sangat tepat apabila kita mencontoh kerukunan
hidup antar umat beragama yang terbina di desa Bunga Bondar Kec. Sipirok
Tapanuli Selatan.
Saya sangat terkesan dengan
sebuah pribahasa berbau guyon yang pernah diucapkan mantan Presiden RI Gus Dur
kira-kira seperti ini, walau keluar dari dubur ayam apabila itu telur ambillah,
dan jangan kamu ambil kotoran walaupun keluar dari dubur seorang Presiden. Inti
dari pesan moral ini kira-kira memiliki makna yaitu, contohlah yang baik
walaupun berasal dari desa kecil, dan abaikanlah yang buruk walaupun berasal
dari kota metropolitan.
Dengan potret kerukunan hidup
diatas semoga menjadi motivasi untuk membangun kebersamaan antar suku, ras,
agama dan golongan di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar